25 November sampai 10 Desember 2023, adalah hari kampanye untuk perlindungan perempuan, dengan tema “Kenali Hukumnya, Lindungi Korban”. Penulis akan membahas Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU No. 23 tahun 2004, apakah dengan adanya undang-undang ini, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat hilang?
KDRT adalah persoalan yang rumit untuk dipecahkan. Ada banyak alasan. Boleh jadi, pelaku KDRT benar-benar tidak menyadari bahwa apa yang telah ia lakukan adalah merupakan tindak KDRT. Atau, bisa jadi pula, pelaku menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan tindakan KDRT. Hanya saja, ia mengabaikannya lantaran berlindung di bawah norma-norma tertentu yang telah mapan dalam masyarakat sehingga menganggap perbuatan KDRT sebagai hal yang wajar dan pribadi. (diunduh dari: https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=653:undang-undang-no-23-tahun-2004-tentang-penghapusan-kekerasan-dalam-rumah-tangga-uu-pkdrt&catid=101&Itemid=181&lang=en).
Dengan adanya UU No. 23 tahun 2004 berarti negara berupaya mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban KDRT. Sesuatu hal yang sebelumnya tidak bisa terjadi, karena dianggap sebagai persoalan internal keluarga seseorang. Pada kenyataannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 ini juga belum dapat melindungi korban, dengan berbagai alasan, terutama apabila perempuanlah yang menjadi korban, dalam hal ini istri yang dianiyaya oleh suaminya. Dalam UU ini, deliknya adalah Delik Aduan ( delik aduan adalah peristiwa kekerasan yang dapat ditingkatkan prosesnya menjadi tindak pidana apabila ada laporan dari korban, apabila tidak ada laporan maka tidak ada kasus pidana). Berbeda dengan delik biasa; Misalnya peristiwa pembunuhan, seseorang yang melakukan tindak pembunuhan otomatis dapat dikenakan hukuman pidana.
Pasal-Pasal dalam KDRT, yang menunjukan bahwa dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga adalah Delik Aduan:
Perempuan (apabila korbannya adalah istri yang dianiaya suaminya) memiliki perasaan ingin atau wajib melindungi keluarga. Ia memikirkan bagaimana anak-anaknya jika ayahnya masuk penjara dan memikirkan bagaimana melindungi orang yang dicintainya supaya tidak berurusan dengan pihak yang berwajib. Upaya perlindungan yang dapat dilakukan gereja kepada umat adalah memberikan sosialisasi supaya umat tidak menganggap KDRT sebagai persoalan wajar dan pribadi serta membantu korban KDRT mendapatkan pendampingan dalam proses pemulihan diri.
(Ilustrator/Nabila Annisa)
Semoga dalam Gereja, Tuhan memberikan perlindungan bagi korban KDRT
Foto: BBC